Suatu Masa yang Penuh Letusan di Pegunungan Selatan

4

Tebing batu di desa Ngoro-oro, Gunungkidul, yang tersusun oleh endapan gunung api bagian dari Formasi Semilir. (Foto oleh @bansmarwanto)
Pegunungan selatan pulau jawa masih menyimpan bermacam misteri yang harus disibak oleh para ahli kebumian negeri ini, ya selain eksotisme dari wilayah Karst gunung sewu dan juga jajaran gunung api purba yang berumur jutaan tahun yang lalu ternyata masih banyak misteri yang tersimpan didalamnya.
“ Apa saja bang , ceritain dong, thole mau tahuuuu”.
“ oh iya Thole ini kebetulan ada cerita menarik dari mas Hafiz fatah yang merupakan Staf divisi geologi di Gama-Inatek dan juga Pengelola akun instagram @geopustaka”

Hafiz fatah (Pengelola akun instagram @geopustaka)
Gunungkidul hari ini adalah salah satu pemain utama dunia pariwisata Indonesia. Orang tidak bisa merencanakan perjalanan ke Jogja tanpa membayangkan hamparan pasir putih dan ombak yang saling menyusul di pantai-pantainya, atau kemisteriusan liang gelap dan gema ricik air di gua-guanya, atau sebakul nasi merah yang dikelilingi oleh piring-piring berisi sayur lombok ijo, trancam, ayam goreng, ikan wader goreng, dan empal goreng di sebuah warung makan di Semanu.
Jika pengunjung datang dari arah Kota Jogja, sebagian besar akan melewati tanjakan berkelok yang mendaki gawir Pegunungan Baturagung. Gawir adalah lereng curam yang panjang, terbentuk akibat patahan atau erosi, dan membatasi dua wilayah yang berbeda ketinggian. Di bagian atas gawir terdapat sebuah tempat yang dikenal sebagai Bukit Bintang.
Bukit Bintang mendapatkan namanya dari pemandangan kota Jogja saat malam, yang dapat kita lihat dari sana. Di bibir tebing berjajar kedai dan restoran yang menawarkan pemandangan kilau lampu bangunan dan kendaraan di kota dari ketinggian yang jauh. Banyak muda-mudi datang bersama pasangan mereka ke sana. Beberapa di antaranya kemudian mengunggah foto serta tulisan tentang bagaimana Jogja layak disebut sebagai salah satu kota paling romantis di dunia.
Tak begitu jauh dari Bukit Bintang ke arah timur laut, berdiri Gunung Nglanggeran yang termasyhur dengan sebutan gunung api purba. Selain menginspirasi Didi Kempot untuk menulis sebuah lagu tentang sulitnya  move on, tempat ini adalah sebuah destinasi yang menjadi teladan dalam pengembangan wisata berbasis masyarakat. Tingginya minat pengunjung yang terpikat bongkah-bongkah kelabu raksasa itu berhasil disertai peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat.
Baik Bukit Bintang dan Gunung Nglanggeran—dan Pegunungan Baturagung secara keseluruhan, dapat dirunut sejarahnya hingga ke aktivitas gunung api sekitar 20 juta tahun lalu. Selama Kala Oligosen Akhir hingga Miosen Awal itu erupsi intens terjadi, gunung-gunung api menggelontorkan lava dan material piroklastik mulai dari abu yang berukuran halus hingga bongkah besar yang disebut bom apabila berbentuk membundar dan blok jika menyudut. Lava dan produk piroklastik itulah yang kini menyusun Formasi Semilir dan Formasi Nglanggran.
Tidak seperti Pulau Jawa masa kini, Pegunungan Selatan saat itu adalah jajaran pulau-pulau gunungapi yang dikelilingi lautan. Beberapa fosil makhluk hidup mungil yang hidup di lautan bersemayam bersama butir-butir sedimen Formasi Semilir, terutama pada endapan bagian bawah. Di beberapa lokasi ditemukan pula endapan rawa yang mencirikan lingkungan transisi antara darat dan laut.         Keberadaan fragmen arang menunjukkan bahwa sumber atau kawahnya berada di darat. Saat mengalir dalam bentuk aliran piroklastik, kumpulan bahan hasil erupsi itu melalap pepohonan, menghanguskannya, dan menyeret sisa pembakaran sampai teronggok bersama di dasar cekungan pengendapan.
Situasi saat itu kira-kira mirip dengan deretan pulau gunung api Izu – Bonin – Mariana di selatan Jepang hari ini. Atau seperti Pulau Jawa saat ini dengan Merapi, Merbabu, Lawu, Semeru, tapi tanpa dataran rendah yang di atasnya berdiri kota Solo, Klaten, Magetan, atau Kediri. Pada Kala Miosen, kaki-kaki gunung api tergenang air laut.
Penyuka melankolia yang melekat pada sesuatu yang telah lampau perlu mencoba membayangkan memandang laut luas saat datang ke Bukit Bintang. Lukislah dalam dunia batinmu suara debur ombak dan aroma garam yang dibawa angin pesisir tatkala kamu berada di tepian tebing. Umpamakan derum mesin kendaraan yang susah payah mendaki tanjakan adalah gemuruh kawah gunung api di kejauhan.
Vulkanisme di Pegunungan Selatan sebetulnya telah bermula 42 juta tahun yang lalu atau Eosen Tengah. Batuan-batuan sedimen yang terbentuk pada saat itu telah mengandung butir-butir material hasil erupsi gunung api. Dapur magma di bawah embrio Jawa pada saat itu agaknya mengalami peningkatan volum pada Oligosen Akhir sehingga erupsi semakin sering terjadi. Penelitian tim Helen R. Smyth yang rilis pada tahun 2005 menyebutkan bahwa fase aktivitas paling intens dalam sejarah vulkanik Pegunungan Selatan itu kemudian ditutup oleh sebuah erupsi puncak yang sangat eksplosif.

Gambar . Sebaran fisiografi Pegunungan Selatan (dari Pannekoek, 1949; Van Bemmelen, 1949; dengan modifikasi). Secara umum Pegunungan Selatan dibagi menjadi dua, yaitu Pegunungan Selatan Jawa Barat dan Pegunungan Selatan Jawa Timur.
Penelitian tersebut–juga penelitian berikutnya yang dipublikasikan oleh tim Smyth pada tahun 2011, menarik terutama karena menafsirkan bahwa Formasi Semilir dan Formasi Nglanggran yang total ketebalannya berkisar antara 600 sampai 1200 meter itu dihasilkan oleh gunung api yang hanya aktif kurang dari satu juta tahun. Dalam makalah yang berjudul A Toba-scale eruption in the Early Miocene: The Semilir eruption, East Java, Indonesia, Smyth dan timnya mengemukakan kemungkinan sebuah letusan besar yang setara dengan erupsi Toba 70.000 tahun lalu, menandai tahapan klimaks dari aktivitas vulkanisme di sana.

 

Gambar. Fisiografi Pegunungan Selatan Jawa Timur bagian barat (Van Bemmelen, 1949; dengan perubahan). Bagian utara didominasi oleh lajur-lajur pegunungan, bagian tengah ditempati oleh depresi topografi, dan bagian selatan didominasi oleh topografi kars.
Erupsi besar tersebut melontarkan banyak material dari dalam tubuh gunung, mengendap sebagai lapisan tuf, tuf lapili, dan breksi pumis Formasi Semilir. Tubuh gunung yang seolah berongga sebab isinya telah keluar, rebak ditarik gravitasi. Proses keruntuhan kubah (dome collapse) ini menghasilkan breksi monomik yang menyusun Formasi Nglanggran.
Sejak saat itu tidak ada lagi erupsi, terlacak dari batuan sedimen yang kemudian mengendap di atas Formasi Nglanggran, yaitu Formasi Sambipitu. Butir-butir material vulkanik yang terkandung di batupasir dan batulempung bagian Formasi Sambipitu ditafsirkan sebagai hasil rombakan dari endapan gunung api Semilir dan Nglanggran. Bentuk butir material vulkanik maupun fragmen pecahan kecil batuan telah berbentuk membundar pada batupasir tersebut adalah hasil dari erosi dan pengikisan selama butir berpindah dari tempat asalnya ke lokasi akhir ia mengendap.
Terumbu karang yang kini bisa ditemui sebagai penyusun utama bukit-bukit kerucut Gunung Sewu mulai berkembang pesat setelah periode erupsi itu berakhir. Disusun terutama oleh suatu ekosistem yang hidup, batugamping terumbu hanya dapat terbentuk apabila lingkungan tumbuhnya terumbu di laut dangkal jernih dan menerima cukup pasokan sinar matahari. Aktivitas vulkanisme membuat laut-laut dangkal harus menerima pasokan material dari darat terus menerus sehingga air menjadi keruh dan tidak kondusif bagi pertumbuhan terumbu.
Peta geologi sederhana Jawa bagian Timur. Formasi Semilir dan Nglanggran ditunjukkan area berwarna ungu tenggara Merapi. Tampak persebaran produk vulkanisme tua yang berjajar di sepanjang pesisir selatan. Terlihat pula pergeseran ke arah utara deretan gunung api modern (warna ungu muda bertanda segitiga merah). (Sumber: Smyth dkk., 2008).
Penanggalan terhadap mineral zircon yang diambil dari Formasi Semilir oleh tim Helen R. Smyth menunjukkan umur 20,72 juta tahun yang lalu. Sementara itu, pengujian terhadap sampel dari bagian bawah Formasi Sambipitu mengindikasikan umur 19,1 juta tahun lalu. Ini berarti, Formasi Nglanggran yang berada di antara Formasi Semilir dan Formasi Sambipitu terbentuk dalam rentang waktu antara 20,72 hingga 19,1 juta tahun lalu. Data inilah yang digunakan untuk menyimpulkan bahwa vulkanisme intens Pegunungan Seltan berlangsung dalam periode relatif singkat.
Erupsi gunung api di Jawa bagian timur berhenti sampai delapan juta tahun kemudian. Saat itu endapan hasil erupsi muncul lagi dalam batuan berumur Miosen Akhir. Gunung-gunung api yang muncul pada periode ini membentuk deretan busur gunung api baru yang telah bergeser sekitar 100 kilometer ke arah utara dari busur gunung api Pegunungan Selatan.
Sekitar 12 sampai 10 juta tahun lalu, dapur magma mengepul lagi dan tidak padam hingga sekarang. Pasokan material dari gunung api yang diiringi kenaikan relatif daratan terhadap muka air laut memberi kita wajah Pulau Jawa modern, busur vulkanik yang dikelilingi dataran rendah, alih-alih lautan seperti dahulu kala.
Sementara tubuh gunung api tua yang semula tinggi dan mengerucut, perlahan menjadi rata sebab butiran-butiran tanahnya, kerikilnya, dan batuannya terkikis jutaan tahun erosi. Tubuhnya kini sulit kita kenali sebagaimana kita mengenali Merapi atau Kerinci dengan mudah, namun sisa-sisa kegiatannya masih tinggal di dekat kita.
Jejak yang ditinggalkan gunung api purba itu memberi petunjuk tentang bagaimana gerak alam yang kini acap kita bicarakan sebagai bencana atau anugerah sekaligus, telah ada dan menggelegak sejak puluhan juta tahun silam. Begitulah bumi adanya sejak dulu. Umat manusia yang hadir belakangan harus menyesuaikan.
*Catatan:
– Tulisan ini hanya bersandar pada dua makalah acuan:  A Toba-scale eruption in the Early Miocene: The Semilir eruption, East Java, Indonesia (Smyth dkk., 2011) dan Cenozoic volcanic arc history of East Java, Indonesia: The stratigraphic record of eruptions on an active continental margin (Smyth dkk., 2008). Banyak peneliti lain yang bekerja di Pegunungan Selatan dan menghasilkan berbagai macam tafsiran mengenai sejarah geologinya. Peneliti umumnya sepakat tentang awal kemunculan vulkanisme dan lingkungan busur vulkanik pada saat itu, namun informasi lokasi pusat erupsi dan skala erupsi masih menjadi topik yang terbuka untuk dikaji lebih lanjut.
– Nama Formasi Nglanggran mengikuti ejaan lama yang pertama kali ditulis oleh Bothe pada 1929. Kini, nama desa dan gunung di tempat yang sama menggunakan ejaan baru, yakni Nglanggeran.
Liked it? Take a second to support Dongeng Geologi on Patreon!

4 KOMENTAR

  1. wah ini yang selalu ditunggu.. dongeng tentang pegunungan selatan.. ditunggu kelanjutannya.. 🙏

    dongeng di web ini selalu menarik dan mudah dipahami dari lebih dari 10 tahun lalu bagi awam seperti saya, meskipun memang ada ketertarikan di bidang geologi.. 😁

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here