
Sebuah cerita, adalah yang kita tahu mengenai Dongeng Geologi. Salah satu contohnya adalah artikel Bertajuk “Sirna Ilang Kertaning Bumi” menceritakan mengenai bagaimana kerajaan Majapahit yang merupakan adidaya hilang akibat bencana alam, erupsi Gunung Lumpur.
Menariknya, artikel ini adalah artikel yang sering dikunjungi di website Dongeng Geologi (https://geologi.co.id) dimana kontributornya adalah Pak Awang Satyana, salah satu Geologis terkemuka di Indonesia, living legend. Menurut catatan statistik halaman, artikel ini sejak terbit di tahun 2007 telah dikunjungi ratusan ribu orang dan kunjungannya naik setiap bulan Maret April, artikel Sirna Ilang Kertaning Bumi diduga membantu Guru dalam menjelaskan kepada muridnya dalam menjelaskan pelajaran sejarah, mungkin juga jadi PR murid murid, sehingga tidak diragukan bagaimana membantu dalam memahami sejarah Mahapahit. Coba bayangkan bagaimana orang orang yang membaca kata “Hilang Amblas Ditelan Bumi”, mudah untuk mencerna kejadian alam yang terjadi.
Cerita yang sama yg (mungkin) menginspirasi Novel dan TV series Game of Thrones yang menceritakan mengenai hilangnya Valyrian Freehold akibat letusan gunung api.
Pakde Rovicky Dwi Putrohari dikenal di dunia geosain sebagai orang yang mampu membawa para geosaintis pada satu konsensus, jarang terjadi, mengingat geosaintis terlatih untuk mempertahankan idenya, sehingga konsensus adalah barang langka. Ia tak segan memberikan panggung kepada anak muda, ataupun rekannya. Tipikal leadership style yang sepertinya mendominasi pakde berdasarkan atas Theory Leadership Daniel Goleman adalah transformational, dengan irisan antara democratic dan parental leadership style.
Artikel pertama yang masuk untuk buku “Dongeng Terakhir Pakde” menceritakan bagaimana penulis berinteraksi dengan pakde pada kejadian bencanan alam, dalam situasi empati, mereka berkolaborasi menghasilkan sebuah karya. Berikut sedikit cuplikan Orbituari yang ditulis oleh Ma’rufin Sudibyo, sekilas:
“Hambok aku diewangi,” begitu perbincangan pertama saya dan pakdhe dalam beberapa jam setelah kami berbagi nomor ponsel per-email. Ya, lawan bicara saya adalah almarhum Rovicky Dwi Putrohari, sang pendongeng kebumian legendaris yang baru berpulang itu. Perbincangan itu berlangsung pada medio Juni 2006, sekira 2 atau 3 minggu selepas Gempa Yogya 2006 nan mengharu-biru. Bencana yang menyayat hati, saya bersama banyak saudara menyaksikan langsung kala bumi laksana diguncang angkara. Malapetaka yang merenggut nyawa 6.234 orang, membuat 36.299 orang lainnya luka-luka berat maupun ringan serta memaksa lebih dari 1,5 juta orang menjadi pengungsi seiring rusaknya 616.458 unit bangunan di Bantul, Klaten, kota Yogyakarta, Kulonprogo dan Gunungkidul.”
_____________________________________
Dibalik cerita cerita yang diberikan Dongeng Geologi, ada sebuah silver lining mengenai edukasi kebencanaan, dimana membangun kesadaran masyarakat bahwa kita hidup ditengah bencana bukan hanya dengan papan papan besar bahaya dan early warning system, Dongeng Geologi memberikan warna baru dengan memberikan “Dongeng”, sebuah cerita kepada masyarakat bahwa present is the key to the past and key to the future.
Seperti contohnya, Sirna Ilang Kertaning Bumi adalah adalah mengenai bagaimana membangun kesadaran masyarakat mengenai bencana yang serupa terjadi di tahun 2006 pernah menengelamkan negara adidaya Majapahit.
Mari kita bayangkan, bila kita menjadi orang awam, bagaimana catatan dan cerita cerita mengenai Gempa Jogja 2006 yang dicatat mengikuti kejadian gempa saat itu menjadi pembelajaran bagi masyarakat, bayangkan bagaimana hal ini membuka cakrawala berfikir masyarakat akan potensi gempa di Indonesia yang berada pada Pacific Ring of Fire, dan bagaimana dengan informasi ini kesadaran masyarakat terbangun, bahwa bencana alam adalah hal yang mungkin terjadi, sehingga harus dipahami cara memitigasinya dan tidak panik ketika terjadi. Bagaimana pemahaman dasar mengenai bencana ini dapat membantu masyarakat menurut anda?
Pakde sering mengajak orang untuk menulis, tidak jarang para ahli memberikan pakde datanya saja, yang kemudian menulis dengan data tersebut. Pakde seolah mempersiapkan transformasi Dongeng Geologi dua tahun ini, menjadikan Dongeng Geologi adalah wadah berkolaborasi, berbagi pemikiran.
Bagaimana dengan anda? Pada kesempatan apa anda bertemu pakde? Ide apa yang anda bicarakan? Bagaimana perkembangannya?
“Ya Mbok Ditulis….”
ps: artikel untuk buku dapat dikirimkan ke [email protected]