Penurunan Produksi (Nasional) Bukan Kewajaran
Semua geologist yang bekerja dalam industri migas mengerti tentang karakteristik produksi minyak dan gas dalam satu lapangan. Untuk skala individu lapangan penurunan produksii tidaklah aneh, palagi untuk lapangan tua. Tetapi, menurunnya produksi di Indonesia sebetulnya jangan hanya dilihat sebagai sebuah kewajaran alamiah karena production depletion saja, tetapi mestinya juga dilihat secara menyeluruh mengapa produksi menurun dalam skala nasional. Saya melihatnya sebagai akibat kegagalan eksplorasi di Indonesia.
🙁 “Wah pakdhe, melihat kewajaran profil produksi tingkat individu lapangan minyak berbeda dengan kewajaran tingkat nasional ya ?”
😀 “Itulah Thole, melihat kewajaran juga harus jeli. Pandangan wajar seorang insinyur perminyakan melihat satu lapangan jangan dijadikan alasan kewajaran pengabil kebijakan donk.”
Kerja keras saja tidak cukup
Dengan memproduksi minyak yang hampir sejuta migas sehari atau sekitar 2 juta setara minyak (utk minyak dan gas), maka Indonesia telah memproduksi migas sekitar 700 juta barrel setara mintak (700 juta Boe). Untuk mempertahankan produksi migas maka Indonesia harus menemukan 700 juta (setara minyak) dalam satu tahun. Kenyataannya Indonesia dalam 10 tahun terakhir ini hanya menemukan sekitar 50 juta barel ekivalen setahunnya. Artinya hanya menemukan seper empatbelas dari yang dibutuhkan. Artinya kalau ingin memenuhi apa yang sudah kita peroleh dengan kerja keras selama ini masih jauh dari kebutuhan yang juga semakin meningkat.

Dana Subsidi BBM Untuk Eksplorasi migas.
Kalau memang permasalahan BBM merupakan usaha pemenuhan kebutuhan energi dan dilihat sebagai sebuah persoalan yang akan dihadapi, maka sudah sewajarnya seandainya dana subsidi yang selama ini dipakai untuk memenuhi kebutuhan energi dalam negeri dikembalikan sebagai dana untuk energi, dalam hal ini untuk mendukung kegiatan eksplorasi migas. Sehingga perhitungan APBN yang selama ini sudah berjalan tidak terlalu banyak diganggu dengan pengurangan ini sebagai Plow Back dalam kegiatan yang tetap sama, memenuhi kebutuhan energi dalam negeri.
Dalam tahun 2011 lalu belanja DJMIGAS hanya 0.07% dari APBN. Ini tentusaja jauuh dari belanja yang wajar bagi sebuah pengusahaan yang bertujuan mempertahankan produksi. Kewajaran biaya eksplorasi saat ini dapat saja diperkirakan atau disederhanakan dengan menghitung berapa perolehan Migas, dan berapa yang diperlukan untuk kebutuhan eksplorasi supaya produksi tetap akan dipertahankan.
Nah para eksplorasionist, silahkan berpikir dana subsidi ini sebaiknya dipergunakan untuk apa ? Survey seismic, detail aero gravity, seabed coring ataukah riset lain ?
🙁 “Psst Pakdhe, itu penerimaan dari sektor migas kok bisa lebih dari 200 T, kenapa sektor ESDM non migas kok cuman dikit ? Batubara saja produksinya setara 3 juta barel minyak sehari, mosok sumbangan buat negeri ini hanya 40 Trilliun. Apanya yang salah Pakdhe ?
😀 “Nanti dulu thole, ini permasalahan melihat sumberdaya energi sebagai komoditi memang harus diubah menjadi cara pandang batubara sebagai energi. Perlu padangan proporsional, bukan pandangan emosional, Thole”.
Sebaiknya pak Rovicky hati2 kalau mengatakan “Penurunan Produksi (Nasional) bukan Kewajaran”.
Sebenarnya yg turun bukan produksi nasional, tetapi terutama disebabkan oleh produksi dari lapangan-lapang minyak Duri dan Minas yg dikelola oleh Chevron. Lapangan2 tsb sudah cukup tua, lebih drpd 50 tahun, mendekati recovery faktor meskipun sdh EOR.
Silakan pakDhe membuat plot grafik produksi tanpa produksi Chevron, maka terlihat stabil malah ada kenaikan walaupun kecil.
salam.
.
Semoga harapan untuk meningkatkan produksi migas menjadi kenyataan.
Pak Dhe…
kira2 yg bisa menyebabkan “kegagalan eksplorasi di Indonesia” apa aja Pak Dhe…
apa kira2 minyak sudah sulit dicari atau teknologi kita yg kurang maju utk meng-eksplorasi..
Miris Pak Dhe.. Aset2 minyak Indonesia di kuasai pihak asing sepeti skrg
🙁
iya pak dhe, setuju sekali.. eksplorasi yang tidak sukses di indonesia bukan karena explorationist tidak mampu lagi mencari, akan tetapi mereka tidak didukung oleh kebijakan2 yang mendorong adanya eksplorasi yang lebih gencar lagi. Bahkan, ada company yg sudah menutup divisi eksplorasinya karena dirasa tidak perlu lagi mencari, akan tetapi setelah ganti bendera, divisi eksplorasi dibentuk, terbukti perusahaan ini mampu meningkatkan grafik produksi migasnya..
Earth Scientist-nya dah pada terlanjur lari, cari gaji yg mendingan di luar negeri, pakdhe…..
Manstab pakdhe cocok jd advisor komisi VII 🙂
salam dr wong cilik yg masih bingung dgn banyak kebijakan yg tidak bijak
sipp pakdhe.
sipp pakdhe.
Blog yang keren 🙂
http://www.pantonanews.com/beranda
Berarti besok orang-orang yang hobi ber-eksplorasi (G n’ G) laris manis ya pakdhe?