Kita sudah punya peta zonasi gempa yang dibuat oleh 11 pakar gempa yang dimotori oleh Departemen PU. Tentusaja peta ini menjadi acuan khusus seperti yang dituliskan sebelumnya disini. Ya peta ini merupakan peta seberapa besar kemungkinan (probabilitas) goyangan gempa akan mengenai daerah ini dalam kurun waktu tertentu. Tentusaja sangat teknis dan bukan untuk masyarakat awam.
Peta yang mungkin lebih mudah dimengerti adalah peta risiko (risk map) ada juga yang mengatakan hazard map (peta bahaya). Tentusaja masih dalam konteks bahaya bencana alam atau Natural Disaster.
Dibuat sesuai kebutuhan daerahnya.
Pembuatan peta bahaya ini tidak ada yang standart, hal ini disebabkan potensi bencana masing-masing tempat tidak sama. Di Jogja peta bahaya gunungapi lebih diperlukan dibanding Jakarta yang memiliki risiko banjir lebih besar. Dengan demikian tidak mudah bagi BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) tidak dapat dengan mudah membuat standart pembuatan peta ini. Skali lagi, kondisi Indonesia ini sangat beragam.
Dibawah ini salah satu diagram serta metode pembuatan peta risiko yang dikerjakan atau dibuat oleh Badan Geologi bekerja sama dengan BGR – Bundesanstalt für Geowissenschaften und Rohstoffe (BGR) di Hannover [Federal Institute for Geosciences and Natural Resources] semacam Badan Geologinya Jerman. Metode ini dipakai untuk membuat peta risiko bencana Jawa Tengah. Ya perlu saya ulangi ini peta yang penting untuk Jawa Tengah yang barangkali tidak akan sama untuk peta bahaya bencana alam di propinsi lain. Namun dengan membaca ini diharapkan kita mengerti seluk dan beluknya pembuatan serta pembacaan peta ini.
🙁 “Looh Pakdhe kan bukan ahli bencana to, kok malah mendongeng kebencanaan ?
😀 “Thole yang namanya ilmu itu tidak bisa dikuasai ahlinya saja. Penulisan ini hanyalah untuk mempermudah dalam memberikan gambaran tata-cara membuat peta risiko bencana.”
🙁 “OK deh, yang penting Pakdhe ngga nyari proyek disini, kan ?
😀 ” Hust !”
Secara grafis metode pembuatan peta ini digambarkan dibawah ini.
Intinya ada tiga tahap pembuatan peta yaitu peta dasar (Baseline data). Walaupun disebut baseline, peta ini juga merupakan hasil kajian dari analisa sebelumnya. Ya memang tidak semua daerah sudah dilengkapi dengan informasi baseline ini. Misal Earthquake Hazard Map. Tentusaja ini memerlukan pemikiran serta analisa awal, seperti misalnya dalam pembuatan peta zonasi gempa.
Peta-peta ini sebaiknya sudah tersedia di daerah masing-masing. Untuk Jawa Tengah, sekali lagi ini contoh untuk Propinsi Jawa Tengah, kebutuhan peta dasar ini meliputi Spasial data (peta administrasi, Peta tata guna lahan, Peta infra struktur), Sosio economic (Demografi, Data ekonomi), Peta bencana masa lalu. Juga diperlukan peta kerentanan terhadap bahaya (Volcanic hazard map, Landslide Hazard Map, dan Eartquake Hazard Map).
Coba perhatikan pada penyediaan peta dasar ini memerlukan Landslide Hazard Map atau peta kerentanan longsoran. Untuk pembuatan peta detil daerah yang landai misal ingin membuat peta kabupaten yang landai, peta ini mungkin tidak diperlukan, justru peta banjir lebih penting.
Pada tahap kedua adalah tahap analisa ancaman kerentanan (Vulnerability Assesment). Disini akan diperlukan analisa dari populasi atau kependudukan (misal kerapatan), dan Potensi ekonomi yang mungkin akan terganggu bila terjadi bencana. Selain itu juga diperlukan tinjauan kapasitas penunjang bila terjadi bencana. Misal jumlah puskesmas, rumah sakit, jalan raya dsb.
Pada tahap berikutnya adalah penjajian peta.
Nah ini merupakan bagaimana menjajikan peta-peta yang siap dipakai dan merupakan hasil dari evaluasi peta-peta sebelumnya. Meliputi Hazard Exposure (kemungkinan terkena bahaya), serta peta-peta tambahan misal Risiko pada populasi (penduduk), Risiko pada infra struktur serta risiko pada kerentanan gangguan potensial ekonomi.
Tidak harus seragam dan standart
Sekali lagi yang dicontohkan diatas merupakan salah satu kebutuhan peta risiko untuk daerah Jawa Tengah. Walaupun metode ini dapat dipakai sebagai acuan awal berpikir, namun kejelian serta pengenalan kondisi kebumian lokal (geologi, geofisika dan geografi lokal) perlu dipertimbangkan lebih utama. Keberagaman Indonesia ini perlu dimengerti supaya pendekatan dan kearifan lokal menjadi hal utama dalam melakukan mitigasi kebencanaan.
Contoh peta-peta yang diperlukan serta hasil peta dalam penyajian peta risiko bencana.
Peta-peta diatas dibuat oleh BGR dan BG dalam kerjasamanya membuat metode pemetaan bencana untuk Provinsi Jawa Tengah.
Artikel yang sangat berguna, alhamdulilah
Min ada referensi enggak yang bisa dipelajari buat peta risiko bencana?
Terimakasih untuk tutorialnya min…
Kunjungi website saya juga ya: https://indrawijaya.mahasiswa.atmaluhur.ac.id/
dan website kampus saya: http://www.atmaluhur.ac.id/
Ada disini :
https://geologi.co.id/2010/07/20/membuat-peta-risiko-bencana/
cara mendpatkan peta zonasi gempa yang sudah dibuat 11 pakar gempa td dariimana ya Pak? mohon pencerahannya. apakah gratis?
jika ingin membuat peta vulnerability bagaimana cara menentukan index kerentanannya?terutama untuk gempa
wah seru tuh sbb dulu pernah buat peta rawan bencana. Ada referensi g yang bisa dipelajari buat peta risiko bencana?
Di BPPT kemarin sy bersama teman kuliahnya Pak Rovicky berkolaborasi membuat Peta Risiko Bencana. Andai Pak Rovicky ikut tentu semakin komplit tinjauan keilmuannya. 🙂
luarbiasa penjelasan ini. trims ya. saya belajar banyak dari tulisan ini.
salam,
MH
Wah luar biasa pak……..kapan ada pelatihannya kita yang ada di jember jatim pasti ikut…
Salam, Pak Rovicky.
Informasinya bagus sekali. Info sejenis untuk daerah Jawa Barat dan Jakarta, bisa diakses dimana ya? Saya ingin berikan untuk orang tua saya. Terima kasih banyak.
Terimakasih pak informasinya, saya tunggu peta detail untuk daerah-daerah selain Jawa Tengah.
Wah..mantap ni…cukup menarik infonya..apalgi saya yang tinggal di daerah patahan palu-koro ( sulteng)….
Sangat setuju, Setiap Kab/Kota harus mempunyai peta resiko bencana untuk acuan peta Tata Ruang agar meminimal dampak bencana (biasanya gak ada petanya, alasan keterbatasan SDM)
menarik pak, saya cukup setuju, terutama tentang aspek tidak harus seragam dan standar ini, dan juga penilaian bencana yang lebih dominan (prioritas), walaupun perkembangan sekarang justru menuju ke arah yang lebih njlimet, seperti misalnya pengembangan peta multihazard, multirisk,
hal lain yang seperti kurang mendapat gaung adalah pentingnya pembangunan database historis kejadian bencana, database ini penting karena mempunyai banyak fungsi dan peran dalam analisis risiko bencana, (sebelum modeling risk itu sendiri dilakukan), walaupun sekarang sudah diciptakan DIBI (dibi.bnpb.go.id) tapi kesadaran inventarisasi data di level provinsi dan kabupaten sepertinya masih belum berkembang (hasil pengamatan di dua provinsi, dan banyak kabupaten, hehe)
Bagus, cukup informatif.
Wasalam,
Otto9