Masih inget BPLS ?
Iya itu badan yang ngurusin Lusi. Pak Hardi Prasetyo (Waka BPLS) yang sebelumnya pernah berkerja di bidang energi dan perminyakan (DESDM) terutama dalam bidang riset tentunya punya cerita banyak soal BBM serta lika dan likunya. Ada sebuah pembelajaran yang kita peroleh dari beliau yang dulu sudah makan asam, garam, gula, lombok, jahe, kencur dan segala macam bumbu perminyakan sehingga siap saji sebagai BBM.
🙁 “Wah Pakdhe Hardi ndongeng juga nih ! Pakde, itu mbok Mbah Koesomadinata juga diminta mendongeng, donk. Beliau mungkin punya cerita khusus tentang BBM”
Pak Rovicky dan keluarga besar ‘WordPress.Com’ yang saya hormati dan Banggakan.
Saya sangat senang karena isu BBM dan Energi secara keseluruhan menjadi salah satu topik hangat dari dua perspektif: Pertama Realita Harga Minyak Dunia menembus Angka ‘Bahaya” > $130/bbl, Kedua Akhirnya Pemerintah telah mengambil keputusan sulit, komplek, pahit, dari pilihan yang tidak banyak yaitu Menaikan Harga BBM dalam kerangka Mengurangi Subsidi BBM khususnya pada APBN-P 2008, dan sebenarnya dari suatu kebijakan nasional mengkatualisasikan Subsidi BBM yang oleh beberapa pihak dinilai sudah tidak tepat Sasaran.
Saya kebetulan tahun 2002 menulis publikasi yang diluncurkan di Universitas Makassar, Ujung Pandang dengan mengundang pakar dari Unhas untuk membedahnya berjudul PARADIGMA BARU SUBSIDI HARGA BBM YANG BERKEADILAN DAN TEPAT SASARAN. Intinya adalah bagaimana merubah Subsidi BBM yang selama puluhan tahun diberikan kepada Komoditasnya BBM, yang dinilai kurang tepat sasaran dan kurang berkeadilan, di rubah menjadi subsidi langsung kepada Warga yang secara ekonomi dan sosial kurang mampu.
Dalam kaitan ini saya kebetulan mejadi salah satu satu Saksi Sejarah dimana sejak tahun 1999-2006 secara berkelanjutan ditunjuk sebagai Ketua Tim Sosialisasi Kebijakan Subsidi BBM di Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral.
Kegiatan Sosialisasi Subsidi Harga BBM memupunyai kaitan dengan proses pendidikan, karena menuju ke depan menuju paradigma baru subsidi BBM yang Tepat Sasaran dan Berkeadilan. BAnyak diantara masyarakat kita yang tidak bisa membanyangkan bahwa Indonesia sebagai salah satu anggoa OPEC sudah harus mengimpor minyak mentah, maupun BBM. Kilang BBM nasional yang ada dengan total produksi sekitar ~800.000 barrel/hari tidak dapat mengimbangi permintaan/Konsumsi BBM yang terus tumbur di atas 1 juta berrel per hari. Memang bayangan indah tahun 1980-an dikenal dengan Oil Boom, ketika itu produksi crude sekitar 1,5 juta barrel, kita sebagai net export, dan konsumsi BBM dalam negeri masih rendah/menengah. Taun selanjutnya, Subsidi BBM bila ada toh bisa ditutupi dari hutang luar negeri. Semua gambaran indah tersebut, merupakan suatu realita telah mengalami perubahan yang cukup drastis.
Bila saat ini digulirkan subsidi langsung dalam wujud Bantuan Langsung Tunai (BLT) ini bukan hal baru, karena pada tahun 2000 bersamaan dengan kenaikan Harga BBM Oktober 2000, telah digulirkan Program Kompensasi Pengurangan Subsidi BBM (PKPS BB) melalui tiga sekema:
1) Dana Tunai ‘Cash Transfer’,
2) Dana Bergulir (Revolving Fund) untuk UKM dan Koperasi, dan
3) Infrastruktur di perdesaan khususnya di KTI dimana pembangunan fisiknya dilaksanakan dengan pemberdayaan masyarakat setempat.
Sejak kelahiran PKPS BBM tersebut berlanjut sampai tahun 2005 dengan skema yang berbeda-beda.
Sebagai saksi sejarah pada isu Subsidi BBM tersebut, saya berkesampatan sebagai nara sumber tandem (berdua) besama Dr. Kwik Kian Gie untuk membedah konsep di Kampus Universitas Indonesia (UI), saat itu sebagai pusat kegiatan Mahasiswa Menentang Kenaikan harga BBM. Pada forum di kampus UI tersebut saya memahami kegalauan Pak Kwik, sehingga pola pikir yang menjadi satu perbedaan adalah bahwa nilai sumber daya minyak mentah yang dikeluarkan dari perut bumi yang sebelumnya melalui proses panjang Penyelidikan Umum, Ekplorasi dan Eksploitasi dinilai Rp 0 (nol), sehingga harga BBM yang diusulkan adalah terbatas pada biaya produksi meliputi pengilangan, pengangkutan dan distribusi. Dalam kontek ini sebagai referensi adalah pemasukan Sektor Migas pada APBN kira-kira 30% dari total APBN, dengan asumsi harga minyak (Indonesian Crude Price) yang disepakati antara Pemerintah dan DPR RI misalnya APBN-P $95/barel. Dengan demikian pemikiran Bapak Kwik yang sangat inovasi tersebut kiranya dapat
disampaikan ke DPR-RI baik di Komisi VII maupun Panitia Anggaran.
🙁 “Wah sebenernya ketika ada gejolak harga minyak itu selalu membuat keekonomian bergejolak juga ya Pakdhe ? Itu apa ya ndak bikin pusing ya dhe ?”:
😀 “Lah hiya itu tugas mereka untuk berpusing-pusing”
🙁 “Sayangnya info-info dongeng itu kok ngga pernah keluar dari humas DESDM ya ? Kali abis minum obat jadi lupa tuh !”
Demikian pula agar tergambar kondisi harga BBM Indonesia versus luar negeri, maka saya bekerjasama dengan lima kelompok aktivis mahasiswa termasuk kampur ITB, UI, USAKTI, lainnya BBMWATCH untuk secara bersama namun dilaksanakan secara independen melihat posisi harga BBM (Premium dan Solar) dari 150 negara di dunia dengan satu baseline data yang sama yang dipilih yang dikeluarkan secara berkala oleh Lembaga di Jerman (saya lupa). Agar tidak sekedar menggambarkan daya beli, maka digunakan baseline harga telor, artinya dengan harga BBM tertentu setara dengan berapa butir telur! Pada baseline tersebut juga terapat angka kuantitatif negara-negara produsen minyak dan yang menarik adalah berapa besar dana dihasilkan dari komoditi minyak. Fakta mengemuka negara-negara maju, tanpa menghasilkan minyak mentah, tapi penghasilannya sangat tinggi, karena mengenakan Pajak Minyak yang demikian besar. Pada kondisi tersebut tergambar Indonesia masuk golongan yang tidak/sangat sedikit mendapatkan
kontribusi dari minyak. semua angka-angka di rangking 1-152.
Bagi yang berminat dengan senang hati bersedia mendistribusikan dokumen saat saya terakhir terlibat langsung yaitu SISTEM HARGA BBM OKTOBER 2005 BERDASARKAN PERATURAN PRESIDEN NO 55 2005 TENTANG HARGA BBM DALAM NEGERI.
Catatan sejarah dalam kebijakan Subsidi BBM lainnya adalah
1) tahun 2001 mulai menerapkan acuan harga BBM bulanan berfluktuatif untuk Industri,
2) tahun 2002 mulai diterapkan harga BBM bulanan dikaitkan dengan harga Mid Oil Plat, harga BBM bisa tetap, TURUN, dan naik,
3) pada kenaikan harga BBM Maret 2005, bersama aktivis mahasiswa selama dua bulan dilakukan pengawasan Pangkalan Minyak Tanah di seluruh Jakarta, sebagian di Medan, karena saat itu harga Minyak Tanah tidak dinaikkan telah terjadi disparitas harga yang sengat besar baik antara harga minyak tanah bersubsidi dengan harga industri (harga keekonomian) maupun dengan solar sehingga marak pengoplosan diantaranya BBM Irek (Irit dan Ekonomis) di Jalur Pantura, kendaraan Truk mencampur solar dengan minyak tanah.
Bagi yang berminat mendalami Subsidi BBM secara kilas balik 1999-2006, kami sebagai salah satu Saksi Sejarah sangat berkenan untuk menyampaikan dalam kontek Pemahaman berbasis knowledge.
Sekali lagi salut pada Bung Rovicky yang mengangkat Isu Subsidi BBM sebagai Tantangan dan masalah Kita Bersama (common challenge) dan juga secara umum tantangan ‘Crisis Energi’ Bangsa ini sekarang dan Ke Depan.
Wasallam
Hardi Prasetyo
🙁 “Wah sip bangget. Pembaca eh hadirin …. Demikian seminar dari Pak Hardi … ada pertanyaan ?”
😀 “Hallah thole iki kowe dadi moderator ya ?
Hardi Prasetyo : Dongeng soal kenaikan BBM Dongeng Geologi I was recommended this web site by my cousin. I am not sure whether this post is written by him as no one else know such detailed about my trouble. You’re amazing! Thanks! your article about Hardi Prasetyo : Dongeng soal kenaikan BBM Dongeng Geologi Best Regards Lisa Cassetta
dunia ini semakin aneh… korupsi semakin meraja lela… kapan bisa maju kalo begini terus
gmana kabarnya pak?? kawan – kawan terasa sekali kehilangan bpk, kita butuh orang kaya bpk sebagai tempat diskusi….. slamat bertugas
Hendryk Kasienjer Mantan PTKP HMI Jakarta
Salam,
Adakah di antara para pembaca blog ini, terutama Pak Rovicki, yang bisa menghubungkan saya dengan Pak Hardi? Paling tidak alamat emailnya. Saya memiliki informasi yang mungkin bermanfaat bagi beliau untuk menangani semburan Lusi.
Mohon hubungi saya di 0812 940 5441
Salam,
Abu Riga
Gimana ya caranya supaya Pertamina bisa setara dengan Petronas
Jangan sampai Pertamina jadi penyalur terus-terusan yang kaya malah orang asing
Ayo bangkit anak bangsa
Iya pakdhe, saya juga tertarik akan publikasi pak hardi tersebut. kira-2 gmana ya bisa mendapatkanya??
matur nuwun
bagi dong file-filenya..
pakdhe mbok usul dibuat seperti model malaysia itu.. mungkin jadi lebih enak bacanya.
baca angka itu bikin bingung lho pakdhe, kan lebih enak di dongengin seperti ini 😀