Diskusi tentang pengaruh bulan terhadap kejadian gempa sebenarnya sudah lama. Yang saya tulis sebelumnya bukanlah yang pertama tentusaja. Dalam tulisan saya juga saya sitir beberapa penelitian “ilmiah“nya, masih statistical, yang bermakna korelasional, bukan kausal. Korelasional itu maknanya mirip hanya kebetulan, kausal itu sebab akibat.
USGS memang belum menaruh perhatian khusus tentang hal ini. Mungkin disebabkan karena evidence selama ini hanyala statistikal tadi, dan bukan penelitian fisis (scientific physics). Maksudnya belum ada sebuah penelitian dengan menggunakan alat pengukuran dengan perhitungan parameter dengan memanfaatkan mathematical relations. Sehingga seolah-olah kejadian gempa sehubungan dengan peredaran bulan hanyalah sebuah kejadian yang “kebetulan” saja.
🙁 “Looh jadi pakdhe kemarin mengintip gempa yang akan datang dari mana Pakdhe ?”
😀 “Itu hanyalah dugaan saja, masih bukan ilmiah murni, semi ilmiah atau setengah ngawur !”
Gelombang EM (Electro-Magnetic)
Ada sebuah penelitian lucu yang mungkin juga hanya kebetulan juga yaitu, di Sanfrancisco, California. Disana diketemukan hubungan aneh ketika akan terjadi gempa sering ditandai dengan meningkatnya jumlah laporan kehilangan anjing dan kucing. Kisah anjing hilang ini sempat menjadi “mitos” yang berkepanjangan disana. Walaupun mungkin saja secara intuitif bisa saja kita bilang adanya perubahan gelombang EM yang mempengaruhi orientasi kucing dan anjing. Lah wong memang kenyataan saat ini penelitian gelombang EM untuk prediksi gempa juga marak, bahkan mengukur gelombang EM lewat satelit yang khusus diluncurkan khusus untuk riset ini. Tapi masak sih kita nanya sama Gembul kalau akan ada gempa ? 🙂
🙁 “oooh pantesan Pakdhe suka ngeblog sama si Gembul“
Banyak filem-filem sci-fi (science fiction/fiksi ilmiah) yang menggunakan kemunculan gangguan EM sebagai salah satu clue (petunjuk) ketika akan muncul bencana alam. Kesan mistis dengan gelombang EM selalu saja akan ada, bahkan akhirnya akan menjalar sebagai “mitos” dan seringkali justru meresahkan, karena tidak didukung penelitian yang menghasilkan keputusan yang tidak bias (unbiassed conclusions). Walaupun tidak dapat dikatakan 100% salah total. Tetapi ketika ada sebuah berita yang kadang ada benarnya dan banyak salahnya ini, kita harus mampu membacanya dengan proporsional. Jangan trus buru-buru karena ada angkanya dan rumus serta grafiknya maka disebut sebagai penelitian ilmiah.
Sekali lagi, bahwa banyak kejadian yang saat ini masih bersifat statistikal (kebetulan) yang belum dikaji secara ilmiah saintifik. Maksudnya saintifik itu menggunakan alat ukur sehingga dapat dibaca tanpa adanya prejudice, tanpa kekhawatiran ataupun harapan, tidak bias pemikiran dsb. Penelitian EM untuk tujuan prediksi gempa itu sendiri sudah menunjukkan beberapa kemajuan. Hanya saja masih banyak yang menggunakannya sebagai “riset“, belum bisa dikatakan applied. Artinya para ahlinya sendiri masih menganggap bahwa penggunaan EM masih belum teruji secara ilmiah.
Secara fisika, perlu ada perubahan tekanan yang cukup signifikan untuk mempu menjadi pemicu langsung sebuah gempa. Perubahan tekanan akinat pasang surut maksimum di bulan purnama dianggap belum cukup untuk memicu gempa. Namun kejadian statistikal bahwa sering gempa terjadi pada bulan purnama belum dapat dijelaskan secara fisis,
Efek gravitasi bulan masih bersifat dugaan
Demikian juga dengan penelitian efek gravitasi akibat peredaran bulan dengan trigger gempa. Walaupun saya menuliskannya bulan sebagai sebuah “pemicu” gempa, menurut saya gejala gempa yang muncul bersamaan dengan posisi peredaran bulan belum bisa dikatakan sebagai sebuah prediksi ilmiah (yg dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah). Namun begitu, ga ada salahnya untuk mengantisipasi. Saya sendiri sadar ‘science‘ selalu “datang terlambat” tetapi saya tetap tidak akan meninggalkan penelitian saintific ini karena lebih mudah dikontrol dan dikembangkan serta, tidak bias dengan mistis dan mitos.
Tulisan terkait tentang bulan dan gempa
[…] “Ya, Tapi juga sudah mewanti-wanti bahwa itu masih dugaan, bukan kepastian seperti yg ditulis disini“ […]
[…] “Ya, Tapi juga sudah mewanti-wanti bahwa itu masih dugaan, bukan kepastian seperti yg ditulis disini“ […]
[…] “Ya, Tapi juga sudah mewanti-wanti bahwa itu masih dugaan, bukan kepastian seperti yg ditulis disini“ […]
[…] “Ya, Tapi juga sudah mewanti-wanti bahwa itu masih dugaan, bukan kepastian seperti yg ditulis disini“ […]
kucingnya knapa tuh pakde
kok saya malah terkesan sama itu Kucingnya ya Pak Dhe…
😀
Pak dhe saya tinggal dipadang,isu tsb sdh membuat warga bnyk mengungsi,gaya gravitasi bulan hanya brpengaruh pada lautan saja tdk trhdp kerak bumi /lempeng Insya Allah
Pak Dhe’
dah denger isu gempa tgl 23 Desember di Padang?? katanya yang kasih berita ilmuwan Brazil dan dah kirim surat peringatan ke Deplu. Gimana PakDhe tanggapannya?? apa ada hubungan dengan air laut yang lagi pasang juga dan perigee bulan?
kita warga padang pada panik juga neh..
salam pa’ dhe,
berarti kalau bulan bukan penyebab sebagai terjadinya gempa atau masih mitos berarti pengaruh gravitasi bulan terhadap pergerekan lempeng tektonik bumi apa masih belum bisa dibuktikan dengan ilmiah pa’ dhe? mohon kerjasamanya… arigato..
Meowww, itu bukan patahan, Pus. Puss..Puss. itu cakaranmu nyang ngerusak laptopku!!!
Cakaran Metal. LCD ku gores.
He..he.. Bercanda Oom.
Pak dhe,
Aku pernah baca, bahwa ada pendapat bahwa gempa ada hubungannya dengan kesurupan masal,sepertinya ini datanya ngambil semakin seringnya di berita kejadian kesurupan masal dan gempa,
Pak De ngingetin aja, hati-hati untuk menyimpulkan pengaruh bintang/bulan dengan bencana-bencana yang menimpa sekarang ini.
Imam Bukhori dan Muslim meriwayatkan dari Zaid bin Kholid r.a. ia berkata: Rasulullah s.a.w. mengimami kami pada sholat subuh di Hudaibiyah setelah semalaman turun hujan, ketika usai melaksanakan sholat, beliau menghadap kepada jamaah dan bersabda:
“Tahukah kalian apakah yang difirmankan oleh Rabb pada kalian?”, mereka menjawab: “Allah dan RasulNya yang lebih tahu”, terus beliau bersabda: “Dia berfirman: “pagi ini ada diantara hamba-hambaku yang beriman dan ada pula yang kafir, adapun orang yang mengatakan: hujan turun berkat kurnia dan rahmat Allah, maka ia telah beriman kepadaKu dan kafir kepada bintang, sedangkan orang yang mengatakan: hujan turun kerana bintang ini dan bintang itu, maka ia telah kafir kepadaKu dan beriman kepada bintang”.
@Gerie
Ya setiap teori awalnya selalu menungang tertawaan ya.
“First they ignore you, then they laugh at you, then they fight you, then you win.” Mahatma Gandhi
@Fira
Gambar dibuat pakai powerpoint aja 🙂 Lah wong pakai software canggih malah mbundet susyah
Crita kucing itu ada disini : ,Gembul disuntik !
Tapi saat purnama, gairah wanita meninggi, Pak.
cuma mo tanya(ga ada hubungannya)?…………
om klo buat tulisan khan mantebh bener jadi orang awam yg ga ngerti geologi pada ngerti semua dan yg kalah penting GAMBAR2 nya itu mempermudah banget penyampaiannya om.
ITU GAMBAR buat sendiri om…?(cuma nanya itu doaank om,hehehe..)
itu kucing sapa om…?punya kucing juga apa minjem kucing tetangga om,hehe…!
Teori tectonic plate oleh Wegener kala itu dianggap tdk ilmiah, sampai2 dikucilkan. Bbrp puluh th kemudian baru dipercaya & dinyatakan ilmiah. Siapa yg menyatakan? Kelompok ilmuwan yg menjadi pressure group. Kebenaran tetap kebenaran; tdk peduli dianggap ilmiah atau tdk. Pembuktian ilmiah sering tergantung pd sensor & alat ukur. Lha kalo alatnya blm ketemu, masak fenomenanya yg dicap tdk ilmiah? Hayo… gitu kan pakde.
Pak Dhe, itu orang-orang sido arjo siap-siap menghadapi gempa tanggal 20 desember. Apakah kira-kira alasan mereka juga pada apogee bulan mati?
Budaya manusia serta pemikiran dan langkah serta cara pengambilan keputusan para pemimpin ini berkembang dan berubah-ubah. Sejarahpun juga begitu. Kalau Babylonia dan Mesir melangkah maju
dengan “misticsm” dan “sensuality”, kemudian Yunani berkembang dengan “ideas” dan “ideals”, Romawi telah berkembang dengan “politics”, “military power” dan penjajahan (conquest). Eropa dan asia barat sejak
600-1100 berkembang karena theology (tetapi bukan agama ansich), sedangkan 1200-1800 dunia mulai berkembang karena science.
Nah millenia terakhir ini, keputusan para pemimpin dunia di jalankan dengan sains serta komunikasi mulai abad ini hingga globalisasi.
Jadi ada masa-masa perkembangan dunia sejalan dengan jalannya budaya dan peradaban manusia. Peradaban dengan “rasa” itu merupakan budaya lama yang sudah tidak mudah dimengerti dengan “bahasa” saat ini. Apakah itu salah ? … bukan … bukan itu sama sekali … tetapi yang harus kita ketahui adalah bahwa kalau anda menjadi pemimpin saat ini harus mengikuti juga cara pemikiran masa kini. Tentunya dengan kearifan anda sendiri saja, maka anda akan memberikan perhatian tersendiri secara proporsional bagi mereka yang masih menggunakan cara lama.
Contoh yang barusan ya Gunung Kelud kemarin. Walaupun mBah Ronggo bilang tidak meletus tetap saja Dr. Surono (kepala PVMBG) membaca alat-alat ukurnya.
Mbah Marijan ketika awan panas melanda Kaliadem beliau juga lari mengungsi juga lah. Barengan dengan rekan-rekan volkanologi.
Contoh lain adalah dalam menjalankan bisnis saat ini hampir semua perusahaan menggunakan science dan teknologi. Kalau ada yang menggunakan dukun dalam mencari minyak ya silahkan saja. Hanya terkesan lucu. Kalau satu kantor sepakat menggunakan dukun ya ngga apa-apa juga sih 🙂
Dan bener seperti yang anda tulis, bahwa saat ini yang diakui adalah “sekolah”, bukan padepokan. Kalau sekolah lulus ujian dapet ijasah. Kalau padepokan silat jaman dahulu ilmunya “dikasi” sama gurunya, kalau sudah dipercaya mampu membawa “kesaktian”-nya.
Pak Dhe,
niteni dengan rasa bukannya perlu waktu lama…tapi person-person atau orang-orannya yang punya kemampuan titen atau menekuni “berguru kepada alam” aja yang makin dikit. Orang sekarang kan berguru di sekolah formal yang mengajarkan sesuatu yang ilmiah, termasuk statistik. Kalaupun ada orang-orang berilmu titen ini, suara mereka sudah ngg didengarkan sama otorita, karena dianggap mistik dan ngg ilmiah…ya kan, Dhe..
Mbah Marijan itu misalnya…
->Andri
Mungkin bukan roti, bolu spekuk 🙂
-> Daning
Emang kmaren tanya apaan sih … terlalu banyak jadi bingun ;(
-> Satria
Ya niteni itu dengan “rasa” bukan dengan itung2an njlimet. Tapi saat ini terasa metode dengan “rasa” akan memerlukan waktu lama dan lambaat kalau mau dipakai sebagai alat prediksi.
Jaman dulu orang jawa sudah tau ilmu statistikal pakdhe.. namanya ilmu “titen”
pa De…
pertanyaan saya kemarin kok belum ada komentarnya ….
intinya Bulan Pemicu Gempa adalah Roti Spekuk kan pakdhe :)) ha…ha…ha..